MALAM ke 25
malam kelam bergerak pelan
mengusir pawana yang mendera sepi
aku tersudut dalam penghambaan yang pilu
hanya mencoba arti sepi yang membelenggu
aku telah terpuruk di dasar jurang
aku menghamba kembali
hanya mencoba menemukan Tuhan yang hilang dari lembah jiwaku
aku telah menjadi seonggok sampah yang menjajah ukhrowiku
seharusnya aku menghamba lebih lama
seharusnya aku bersujud lebih dalam
seharusnya tak ada lagi air mataku
aku telah berjalan dalam lorong-lorong itu...
mencoba menemukan-Mu kembali
sangat sulit ...
malam ke-25 ini kucoba mencari-Nya kembali...
Mencari Tuhan di lorong waktu(1)
sulit...
namun tak pernah berakhir ...
aku berkelana dalam ketidaktahuaan akan sepi
wangi semerbak sepertiga malam begitu mnyayat
aku di persimpangan
antara hitam dan putih
lorong-lorong itu sempat menipuku
aku telah kehilangan makna sepi
telah kubohongi nuraniku
telah aku jatuh dalam kepalsuan
ah, pawana menyaru dalam derap gelisah
aku teuntai dalam ucapan tangis menghamba...
aku hampir kehilangan Dia
dimana aku menengadahkan tangan
kuharap sepi menaungiku
jutaan tasbih telah terlontar...
namun aku terpuruk sepi
kucari kembali Ilahi-ku di bulan suci ini...
hanya berharap sebuah keajaiban
aku hanya sehelai daun ...
yang tertiup angin kekuasan-Nya
terhempas dan terjatuh ...
namun Ilahi menolongku bangkit...
Aku dan sendiri
Sepi selalu menemukanku dalam sendiriku
kerap ia menghiburku walau sering aku putar tanpa sanggup aku jalani
sedih telah menjadi sahabat abadiku
namun tak sedikit pun ia sanggup aku sapa dengan ramah
sunyi telah menjamah jiwaku
namun tak sekalipun aku mencintai dia
aku menanyakan duka pada bahagia
namun selalu berpaling dengan angkuh
tanpa menatapku ia pergi meninggalkanku sepi
aku menanyakan kejahatan pada kebaikan
ia tertawa sambil berlalu sangat misterius
seperti halnya aku menanyakan himpunan rahasia
pada sosok-sosok jaman siapakah sosok-sosok jaman itu ?
Ia adalah kalian, manusia !
mereka akan diam seribu bahasa enggan memperdebatkan
aku seperti halnya sosok jaman yang kelam
terus diputar melawan arus
namun selalu karam oleh hantaman kehidupan
jiwa nuraniku bergolak menyangkal sepi
ia demikian lantang berperang mendesak rapuh kesendirianku
dan aku terpengaruh nuraniku demi sejati sendiri aku dan nurani.
Kamis, 09 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)




Tidak ada komentar:
Posting Komentar