Kamis, 09 Oktober 2008

Labirin jaman

Labirin Jaman
Jiwaku dimulai dari sebuah kekerdilan mungkin aku melayang mungkin dia tercabik dan aku membiarkannya aku dalam temaram nurani jiwaku mengaduh kala itu
namun aku mengacuhkannya dimana lagi aku mencari dirimu, jiwaku.
Seiring jejak-jejak jaman seakan aku bersama jiwaku berotasi bersamanya
aku telah mengubur jiwaku sendiri dalam lubang hitam otakku
telah aku gerogoti sendiri duka itu luka itu menganga ...
sakit itu masih terasa perih aku terus mengaduh terjatuh dan berdarah di lubang hitam itu namun tak seorang pun mengulurkan tangan pada jiwaku.
Mereka justru menginjak jiwaku aku makin rapuh, aku menangis dalam tawaku jerit pilu kutabuhkan namun bahananya makin sumbang dan berbenturan ...
aku sendiri pilu dan sakit
tolong aku jiwaku aku telah menjadi musafir asing bagi diriku sendiri
labirin itu membelengguku membebani aku dalam ketakutan
bebaskanlah aku ...
Kediri, 16-11-05


Mata-mata hati
Tanpa sengaja mataku selalu berbenturan dengan mata-mata manusia lain.
Kadang kulihat jendela jiwa mereka disana sering aku temukan jiwaku yang sedih.
Nurani yang terbelenggu hati yang tercabik dan pecah
sering pula kutemukan kebohongan disana meski menyaru menjadi sosok kejujuran
ia tetaplah tak mampu tersenyum dengan ketulusan
sering aku menemukan wajah-wajah dalam cermin jiwa itu
berduka meronta ingin lepas namun mereka seolah tegar
mereka seolah tertawa dan mereka tak mampu melepas belenggu-belenggu dunia itu
seakan jiwa mereka tertutup seakan cermin jiwanya menjadi buram
seburam awan hitam di langit biru bening
sering ku mengkhayalkan tentang jiwaku yang terbelenggu namun kembali aku terdesak
ada jiwa-jiwa lain yang terpasung kurungan masalalunya sendiri atau terpenjara masa lalu aku yang manatapnya kucoba mengarungi jiwaku
membatalkan tatap mata ibanya atas diriku dan manusia lain.
Mereka juga memiliki jiwa lain yang perlu mereka rahasiakan
dalam lembah kelam mereka dalam pasungan kuat masa lalunya
aku haruslah memandang jiwaku dengan cerminku sendiri
tak perlu ku mengaduh tak perlu ku merasa terpasung
sering kulihat tawa-tawa kemenangan pada mata mereka atas derita manusia lain
selalu aku melihat kesetiaan akan janji pada-Nya yang makin memudar
sering aku menemui kesuraman dari kegelisahan mata hati mereka
yang tertuang pada mata mereka secara lahir
aku mengiba pilu aku sendiri tak memahami hakikat aku dari jiwaku
mata lahirku terbiasa membohongi jiwa-jiwa lain namun ia tak berkutik di hadapan Mata Hatiku sampai sejauh ini ia adalah mata yang paling jujurdari mataku baik di wajah atau di kaki mungkin mereka semua juga sama mencari pembenaran bagi mata jiwa mereka
namun mereka tertipu oleh kepalsuan dunia dalam penglihatan mata lahir
berabad-abad manusia telah mencoba bermusuhan dengan setan untuk menipu mata hati namun mereka tetap sosok-sosok makhluk tak terbantah
berulang kali mereka kalah oleh mata hati namun mereka tetap membatu.
Membatu ... dalam pasungan kelamnya sebuah rasa takut akan kejujuran
kapan aku bisa membuat mata lahirku terbiasa memandang sesuatu seperti cara pandang mata hati kapan ... hanya kapan ...
Wallahu A’lam.
Kediri, 16-11-05

Ramadhan di Palestina
Kutemui lapisan-lapisan duka dalam penantian senja itu
adzan maghrib masih sepuluh menit lagi ... katanya
seorang diri aku melayang senja itu dalam tawa-tawa kebeningan yang menggigit
mataku terbenam dalam lamunanku sendiri
entah kukenangkan apa ramadhan tahun ini kerapkali aku mengenangkan Palestina ...
jauh disana anak-anak kecil bersenjata batu melawan tirani tank-tank Israel
entah ... dimanapun langit sama namun bagi para penjajah itu tak akan pernah sama
kapan lalu aku tersentuh adzan subuh
kapan lalu pula aku menangisi diriku yang mengiba
aku tersudut oleh anganku sendiri terpukul oleh pemandangan yang tampak di layar kaca dalam kepungan kegilaan, dalam deraan kegelapan
masih terdengar lantunan ayat-ayat suci-Nya
masih terlihat gerak ritual sholat berjamaah di masjid-masjid berpuing
dalam kesederhanaan minyak zaitun masih ada tawa
dalam kesederhanaan lauk yang ada masih acara berbuka puasa bersama kerabat dalam tawa, dalam pujian pada Ilahi damai dalam damai
damai dalam artian para calon syuhada Islam
aku terkenang lagi akan batu-batu yang akan berbicara :
“ Di belakangku ada Yahudi. “ ketika ku tatap kerikil-kerikil berserak di jalanan tanpa aspal hanya debu ... mungkin manusia hanya debu mungkin hanya daun
kutatap siluet senja itu entah apalagi yang kuangan hanya kantukku?
Hanya lemahku pada nafsuku ?
hanya amarahku yang tak aku pahami atau hanya hal lain
Allah ... inikah jalan nasib manusia inikah keindahan hidup, inikah dualisme yang menakjubkan, inikah tatanan terbaik milik-Mu, inikah seninya keindahan
ketika si kuat menindas si lemah yang telah mendapat janji surga,
inikah keadilan yang Nyata ... dunia bagai ladang permainan bagi mereka
mereka hanya merindukan-Mu, Allah ... mereka hanya mencium wewangian surga
mereka telah sangat memuja segala keindahan-Mu
satu kali kudengar kisah seorang ayah yang menasehati anak-anaknya
tentang jaminan Allah Swt adalah ketetapan yang nyata bahwa janji Allah tak sama dengan janji-janji ariel sharon, george bush dan kawan sejawatnya peta jalan damai adalah bohong ketidakmanusiawian yang memicu ulah para Refuseniks muda
berdiri menentang di depan Tembok Pembatas tanpa bisa berbuat banyak
hanya ada noda-noda darah di tembok-tembok raksasa
hanya ada kaki-kaki melepuh di jalanan panas pasir pantai Gaza
hanya ada desingan batu tanpa henti yang memerah terkena letusan peluru
hanya ada tangan terkepal teracung ke udara dan pekik jihad berkumandang ...
Allahu Akbar ?!!! hanya ada demikian di hati calon-calon penghuni surga
tanpa kompromi bukan omong kosong
hanya ada Cinta kepada Allah dan tanah Al-Quds
hanya ada itu meski Ramadhan adalah bulan suci namun jihad tak akan begitu saja surut
kulangkah kakiku menuju pintu rumah, adzan maghrib bersahutan
ah, telah tiba waktu berbuka
ah, alangkah nikmat puasa hari ini
sambil kukenangkan saudara-saudara muslim-muslimahku di seluruh penjuru dunia di kolong jembatan di bawah kolong-kolong reyot di atap-atap puing kehancuran perang amunisi diantara kegersangan sahara ditengah dingin salju yang menyayat
di antara debur ombak di pantai dimanapun meski itu di puncak tertinggi dunia
aku mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa dan selamat berbuka
(bagi yang telah mendapatkan seteguk air).
Amin. Alhamdulillah.
4 Ramadhan 1425

Tidak ada komentar: